Breaking News

Rabu, 09 Mei 2018

fiqh mawaris


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Islam adalah agama yang sempurna dan rahmatan lil’alamin, hal tersebut tergambar dari tuntasnya  berbagai hukum  yang mengatur umatnya dan dirumuskan dalam kitab suci yaitu Al-Qur’an dan Hadist. Diantara hukum-hukum yang ada di dalam Al-Qur’an salah satunya yaitu berkenaan tentang mawaris yaitu kepusakaan harta terhadap meninggalnya seseorang. Dalam fikih mawais banyak diatur hal-hal yang berkenaan dengan mawaris. Diantara masalah itu ialah aul . aul adalah suatu keadaan dimana harta yang seharusnya dibagi sesuai kadar masing-masing berdasarkan ketentuan syara’ terjadi kelebihan harta pokok. Disini ulama berijtihad dalam kitab-kitab fikih agar semua asbabul fuudh tidak merasakan kedzoliman melainkan keadilan terhadap harta waris tersebut. 

Ilmu faraidh atau fiqih mawaris adalah ilmu yang membicarakan hal ihwal pengalihan harta peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia, siapa yang berhak menerima harta warisan bagi orang yang meninggal dunia, siapa yang berhak menerima harta peninggalan tersebut, porsi bagian masing-masing ahli waris, serta penyelesaian pembagian harta peninggalan itu. 

Dalam fiqih mawaris dikenal dengan istilah radd yang merupakan kebalikan dari pada masalah „aul, jika dalam masalah „aul jumlah saham para ahli waris lebih besar dari pada asal masalahnya, dalam masalah radd justru sebaliknya yaitu jumlah sahamnya lebih kecil dari pada asal masalahnya, masalah ini juga disebut masalah an-naqishah.[1]





B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan Aul?

2.      Bagaimana cara menyelesaikan Aul?

3.      Apa asal masalah yang dapat di’Aul kan?



C.    Tujuan

1.      Mendeskripsikan tentang Aul.

2.      Mendeskripsikan cara penyelesaian Aul.

3.      Mendeskripsikan asal masalah yang didapat pada Aul.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Aul

Aul merupakan kata dari bahasa arab yang banyak arti, ada kalanya bermakna adz-dzulmu (kelaliman) juga al-jauru (kecurangan). Kadang juga aul berarti al-irtifa yang artinya naik. Singkatnya aul yaitu hal kurangnya harta warisan yang terjadi dalam pembagian harta warisan dimanan setelah dilakukanpembagian harta waris kepada orang-orang yang berhak meneima (asbabul furudh) yang menjadikan bertambahnya jumlah saham yang telah ditentukan dan berkurangnya bagian-bagian ahli waris. Hal ini dikarenakan furudh-furudh yang ada dan jumlahnya saling memenuhi , yang dapat menghabiskan seluruh harta pusaka, padahal masih ada ashabul furudh yang tidak mendapatkan bagian. Dengan demikian pengurangan akan mengena pada setiap ahli waris . dalam hukum positif indonesia terutama dalam undang-undang peradilan agama juga diatur tentang mawaris ini. 

Secara harfiah aul artinya bertambah atau meningkat. Dikatakan aul, karena dalam praktik pembagian warisan, angka asal masalah harus ditingkatkan atau dinaikan sebesar angka bagian yang diterima oleh ahli waris yang ada. Langkah ini diambil, karena apabila pembagian warisan diselesaikan menurrut ketentuan baku secara semestinya, maka akan terjadi kekurangan harta.[2]



B.     Cara-Cara Menyelesaikan Aul

Masalah aul tampaknya belum muncul pada masa Nabi Muhammad Saw. Boleh jadi, karena secara kebetulan atau tidak ada kasus ang menuntut penelesaian dengan caa ‘aul’ ini. Para ulama mengatakan, bahwa kasus ‘aul’ petama kali muncul adalah ketika sahabat ‘Umar ibn al-Khatab ditanya oleh seorang sahabat tentang penyelesaian pembagian warisan dimana ahli warisnya terdiri dari: suami dan 2 oang saudara perempuan sekandung.

Masalah Aul  adalah masalah ijtihadiyah dan kondisional sifatnya. Nilai-nilai keadilan didalamnya tentu tergantung siapa dan dari mana melihatnya. Namun demikian, akan lebih adil jika didalam penyelesaian masalah semacam ini tidak terjadi pemberian hak  kepada ahli waris dengan cara mengorbankan ahli waris lainnya. Oleh karena itu cara yangt terbaik adalah dengan cara aul agar bagian masing-masing ahli waris yang ada dikurangi secara proposional.[3]

Penyelesaian Aul secara teori dalam beberapa literatur kewarisan banyak ditemukan apa yang disebut sebagai masalah imajinatif. Yang terdapat didalamnya adalah beberapa kemungkinan susunan ahli waris yang menyebabkan perbedaan penyebut. Misalkan dari yyang asalanya  perenam (.../6) ditingkatkan menjadi pecahan pertujuh (.../7), perdelapan (.../8), persembilan (.../9) dan persepuluh (.../10). Dari yang asalnya pecahan perdua belas (.../12) ditingkatkan menjadi pertiga belas, perlima belas (.../15) dan pertujuh belas (.../17). Dari yang asalnya perdua puluh empat ditingkatkan menjadi pecahan perdua puluh tujuh (.../27)

Para Ulama berbeda pendapat terhadap masalah Aul, apakah dipikul bersama oleh orang yang menerima bagian tersebut atau dibebankan kepada salah satu ihak diantara ashabul furudh. Mazhab empat mengatakan harus dilakukan  aul artinya kekurangan itu dipikul oleh mereka yang menerima bagian yang sesuai dengan besarna fardh mereka. Sedangkan imamiyah memiliki pendapat yang menyatakan tidak adanya aul dan menetapkan bagian mereka sebagaimana semula.

C.    Asal Masalah Yang Dapat di Aul’kan

Para ahli faraidh juga memberikan sebutan tertentu untuk bebagai kemungkinan ‘aul ini dan disebutnya sebagai masalah: Nama-nama masalah itu diantaranya:[4]

1.      Mubahalah

Mubahalah adalah suatu keadaan dimana ahli waris terdiri dari mereka yang jumlah furudhnya menghasilkan penyelesaian ‘aul dari pecahan perenam menjadi perdelapan. Contoh dalam hal ini umpamanya ahli waris terdiri dari:

1)      1 Suami = mendapat ½

2)      1 Saudara Perempuan = Mendapat ½

3)      1 Ibu = Mendapat 1/3

Jumlahnya yaitu 8/6

Maka ditingkatkan menjadi  (.../8)

Sehingga



1)        1  Suami semula mendapat 3/6 menjadi 3/8

2)         1 Saudara perempuan semula mendapat 3/6 menjadi 3/8

3)         1 Ibu semula mendapat 2/6 menjadi 2/8



2.      Gharra’

Masalah ghara timbul bila ahli waris terdiri dari mereka yang jumlah furudhnya menyebabkan penyelesaian secara ‘aul dengan meningkatkan dari pecahan perenam menjadi persembilan. Contoh dalam hal ini umpamanya ahli waris terdiri dari:

1)      1  Suami mendapat ½

2)       1 Saudara perempuan kandung mendapat ½

3)       1 Saudara perempuan seayah mendapat 1/6

4)       3 Saudara seibu mendapat 1/3



Jumlahnya yaitu 9/6

Maka ditingkatkan menjadi (.../9)

Sehinga



1)        1 Suami semula mendapat 3/6 menjadi 3/9

2)        1 Saudara perempuan kandung semula mendapat 3/6 menjadi  3/9

3)        1 Saudara perempuan seayah semula mendapat 1/6 menjadi 1/9

4)        3 Saudara seibu semula mendapat 2/6 menjadi 2/9



3.      Ummu al-Furukh

Masalah ummu al-furukh atau disebut juga syuraihiyah terjadi apabila ahli waris terdiri dari mereka yang jumlah furudhnya menyebabkan penyelesaian secara ‘aul dengan meningkatkan pecahan dari perenam menjadi persepuluh. Contoh dalam kasus ini umpanya ahli waris terdiri dari:

1)      1 Suami mendapat ½

2)      1 ibu mendapat 1/6

3)      2 Saudara perempuan kandung mendapat 2/3

4)      3 saudara seibu mendapat 1/3



Jumlahnya yaitu 10/6

Maka ditingkatkan menjadi (.../10)

Sehingga



1)        1 suami semula mendapatkan 3/6 menjadi 3/10

2)        1 ibu semula mendapatkan 1/6 menjadi 1/10

3)        2 saudara perempuan kandung semula mendapatkan 4/6 menjadi 4/10

4)        3 saudara seibu semula mendapat 2/6 menjadi 2/10



4.      Ummu al-Aramil

Masalah ummu al-aramil terjadi bila ahli waris terdiri dari mereka yang jumlah furudhnya menyebabkan timbulnya penyelesaian secara ‘aul dengan menungkatkan pecahnya dari perdua belas menjadi pertujuh belas. Contoh dalam kasus ini umpamana ahli waris tedii atas:

1)      1 istri mendapat ¼

2)      2 saudaa perempuan kandung mendapat 2/3

3)      2 saudara seibu mendapat 1/3

4)      1 ibu mendapat 1/6



Jumlahnya yaitu 17/12

Maka menjadi (.../17)

Sehingga



1)   1 istri semula mendapt 3/12 menjadi 3/17

2)   2 saudara perempuan kandung semula mendapat 8/12 menjadi 8/17

3)   2 saudara seibu semula mendapat 4/12 menjadi 4/17

4)   1 ibu semula mendapat 2/12 menjadi 2/17



5.      Minbariyah

Masalah minbariyah terjadi bila ahli waris terdiri dari mereka yang jumlah furudhnya  menyebabkan terjadi penyelesaiannya secara ‘aul dengan meningkatkan pecahannya dari perdua empat menjadi perdua tujuh. Contoh dalam kasus ini sebagaimana komposisi ahli waris sebagai berikut:

1)   1 istri mendapat 1/8

2)   2 anak peempuan mendapat 2/3

3)   1 ayah mendapat 1/6

4)   1 ibu mendapat 1/6



Jumlahnya yaitu 277/24

Maka ditingkatkan menjadi (.../27)

Sehingga



1)   1 istri semula mendapat 3/24 menjadi 3/27

2)   2 anak perempuan semula mendapat 16/24 menjadi 16/27

3)   1 ayah semula mendapat 4/24 menjadi 4/27

4)   1 ibu semula mendapat 4/24 menjadi 4/27




BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

‘Aul merupakan kata dai bahasa arab yang banyak arti , ada kalanya bermakna adz-dzulmu (kelaliman) juga al-jauru (kecurangan). Kadang juga aul berarti al-irtifa yang artinya naik. Singkatnya aul yaitu hal kurangnya harta warisan yang terjadi dalam pembagian harta warisan dimanan setelah dilakukanpembagian harta waris kepada orang-orang yang berhak meneima (asbabul furudh) yang menjadikan bertambahnya jumlah saham yang telah ditentukan dan berkurangnya bagian-bagian ahli waris. Hal ini dikarenakan furudh-furudh yang ada dan jumlahnya saling memenuhi , yang dapat menghabiskan seluruh harta pusaka, padahal masih ada ashabul furudh yang tidak mendapatkan bagian.

Masalah Aul  adalah masalah ijtihadiyah dan kondisional sifatnya. Nilai-nilai keadilan didalamnya tentu tergantung siapa dan dari mana melihatnya. Namun demikian, akan lebih adil jika didalam penyelesaian masalah semacam ini tidak terjadi pemberian hak  kepada ahli waris dengan cara mengorbankan ahli waris lainnya. Oleh karena itu cara yangt terbaik adalah dengan cara aul agar bagian masing-masing ahli waris yang ada dikurangi secara proposional.

Para ahli faraidh juga memberikan sebutan tertentu untuk bebagai kemungkinan ‘aul ini dan disebutnya sebagai masalah: Nama-nama masalah itu diantaranya:

1)      Mubahalah

2)      Gharra’

3)      Ummu al-Furukh

4)      Ummu al-Aramil

5)      Minbariyah















Daftar Pustaka

Rofiq, Ahmad.2012.fiqih mawaris,jakarta:rajawali

Hasbiyah.2007.Belajar Mudah Ilmu Mawaris,Bandung:osdakarya,.

Syyarifuddin, Amir.Hukum Kewarisan Islam



[1] “Pembagian Waris Menurut Hukum Islam” http://www.scribd.com/doc/ 31/31794144/, diunduh pada 12 Maret 2018, pukul 13:34 WIB.
[2] Ahmad Rofiq,fiqih mawais, (Jakarta: Rajawali) cetakan-5, h. 112
[3]  Hasbiyah, Belajar Mudah Ilmu Mawaris, (Bandung: Osdakarya,2007) ,h. 47.
[4] Amir Syyarifuddin,Hukum Kewarisan Islam,h.101-103

1 komentar:

  1. The best slots with free spins no deposit 2021 - DRMCD
    With free spins no deposit 2021, you 구미 출장안마 can find many slot machine games online, but these slot 광주 출장마사지 machine games 군포 출장안마 are not only available for 나주 출장샵 free. 경상북도 출장안마 All these slot

    BalasHapus

Designed By